Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

WASKITA, Ada Apa? Bagian I: Right Issue

Pemerintah baru saja menggelontorkan tambahan PMN Rp3 Triliun bulan Desember 2022 ini kepada PT PT Waskita Karya (Persero) tbk. Tambahan PMN ini melengkapi tambahan PMN di tahun 2021 sebesar Rp7,9 Triliun. Jadi, total Rp10,9 Triliun cash keras telah dikeluarkan pemerintah kepada PT Waskita Karya (Persero) tbk dalam kurun waktu dua tahun terakhir saja. Namun, bukannya kabar bahagia yang mengikuti, emiten berkode $WSKT tersebut malah diterkam beragam kabar kurang sedap belakangan ini, mulai dari diisukan keluar dari konsorsium mega proyek tol terpanjang Indonesia- Getaci, digugat pailit vendornya, direksinya ditangkap KPK karena korupsi, hingga jatuhnya harga saham ke titik terendah sepanjang masa yang memaksa direksi WSKT menunda right issue karena takut ancaman delik merugikan keuangan negara.

Jadi ada apa, Waskita?

 

Raksasa Salah Langkah

Sejatinya, Waskita adalah raksasa konstruksi Indonesia. Setelah sukses IPO di Desember 2012, WSKT memiliki reputasi mentereng dengan menjadi Top Leader di sektor Konstruksi di Bursa Efek Indonesia. Masa kegemilangan Waskita terjadi sejak IPO dan menjadi puncaknya pada tahun 2018 dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp24,5 Triliun di Desember 2018. Waskita juga jadi anggota indeks elit seperti IDX30 dan LQ45. Kesuksesan Waskita juga diikuti anak perusahaannya, PT Waskita Beton Precast (WSBP) yang sukses IPO September 2016 dan berhasil mengikuti jejak induknya dengan bergabung dengan LQ45 di 2018 lalu.

Dari segi keuangan, aset Waskita terus meningkat sampai dengan 2018 yang mencapai Rp123,39 Triliun dengan pendapatan mencapai Rp48,79 triliun. Waskita sangat melesat jauh di atas perusahaan konstruksi lainnya, bahkan di atas BUMN konstruksi lainnya seperti PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, dan PT PP.

 

Kinerja Keuangan Waskita Karya


Kesuksesan Waskita terus menyita perhatian publik. Sejak debut IPO 2012, Waskita tampak menjadi  salah satu emiten paling berprospek di bursa efek. Manajemen juga merasa percaya diri mengembangkan sektor lain pendulang cuan perusahaan. Waskita yang dikenal sebagai kontraktor konstruksi jempolan, menjajaki peluang dengan banting stir sekaligus menjadi investor, khususnya proyek konstruksi raksasa seperti jalan tol.

Untuk merealisasikan impian tersebut, manajemen melaksanakan aksi korporasi dengan right issue dengan HMETD (hak memesan efek terlebih dahulu) pada tengah tahun 2015. Investor menyambut gempita rencana manajemen. Right issue sukses meraup dana segar Rp5,3 triliun dana publik. Seluruh right (hak atas saham baru) diserap investor, bahkan kelebihan permintaan (oversubscribed). Pembeli siaga yang telah disiapkan pun tidak perlu bekerja karena right keburu ludes dilahap investor. Pemerintah Indonesia juga menggelontorkan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp3,5 triliun untuk mempertahankan kepemilikan Negara atas saham WSKT tetap 66 persen dan menghindari dilusi.

Di saat itu, nampaknya semesta mendukung Waskita mulai aktif menjadi investor jalan tol, tidak lagi berfokus menjadi kontraktor konstruksi saja.

Underestimate Proyek Turnkey jadi Sumber Malapetaka

Sejak right issue 2015, Waskita aggresif menjadi investor jalan tol. Nampaknya tidak ada yang salah di sini. Karena selain sebagai investor, konstruksi jalan tol dikerjakan sendiri oleh Waskita dan para anak perusahaannya. Jadi akan ada double double revenue. Harapannya.

Pun setelah pandemi melanda Indonesia, banyak investor yang sangat percaya dengan Waskita meskipun tanda-tanda ketidaksehatan mulai dilihat sebagian orang. Waskita menjadi top choice di hampir seluruh analisis saham dan sekuritas di masa corona itu. Wacana pembentukan SWF (Sovereign Wealth Fund) dan Pembangunan IKN menjadi katalis utama seluruh saham konstruksi yang dipimpin Waskita untuk terbang tinggi.  

 

grafik saham Waskita


Namun di sinilah awal kelangsungan hidup waskita malah terancam. Tak ada yang pernah menyangka bahwa langkah berani WSKT menjadi investor malah menjadi awal petaka. Euforia kesuksesan masa lalu dan dukungan semua stakeholders tapi tanpa tata kelola yang kuat, membuat Waskita jatuh terjerembab.  

Ambisi tak terkendali Waskita menjadi investor pembangunan mega proyek, terutama jalan tol, menjadi tak terbentung. Hampir di tiap proyek jalan tol, selalu ada Waskita di belakangnya.  Tapi, belakangan diketahui agresifitas tersebut dilakukan tanpa pertimbangan Keuangan dan Manajemen Risiko yang matang. Direktur teknis misalnya, dapat melalukan bidding lelang proyek tanpa persetujuan direksi keuangan dan manajemen risiko atau bahkan direktur utama atau mekanisme komite yang tepat.. Masalahnya, proyek-proyek incaran adalah proyek-proyek turnkey.

Proyek turnkey adalah proyek yang jenis pembayarannya dilakukan saat pekerjaan telah selesai menyeluruh atau saat serah terima proyek dari kontraktor kepada pemilik. Berbeda dengan proyek dengan jenis termin yang menerima duit tiap tahapan pembangunan, misalnya tiap triwulan. Proyek turnkey hanya dibayar jika proyek 100% selesai atau diakhir konstruksi.

Proyek turnkey pada jalan tol misalnya, mustahil diselesaikan dalam jangka waktu singkat. Butuh waktu 3 sampai 5 tahun, bahkan lebih untuk diselesaikan. Jadi, selama proses kontruksi, Waskita menanggung semua dana.

Malapetaka terjadi ketika Waskita terlalu banyak mengambil proyek turnkey tanpa perhitungan yang matang. Persediaan kas Waskita sangat cepat terkuras bahkan di suatu titik di tahun 2021, keberlangsungan hidup Waskita dipertanyakan. Proyek-proyek yang dikerjakannya pun jadi terancam mandek. Waskita kembali menjadi perhatian publik, tapi dengan kabar buruknya.

Puncak tanda tanya publik terjawab setelah DPR RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian BUMN dan Direksi Waskita pada 27 September lalu. Ternyata, Waskita terancam bangkrut dan membutuhkan bantuan negara dengan cepat dan butuh banyak dana.


DPR dan Negara yang Sangat Baik

Rapat Dengar Pendapat tersebut ternyata merupakan rangkaian upaya penyelamatan Waskita. Kajian skema penyelamatan dan fasilitas ternyata sedang disiapkan pemerintah. Dukungan DPR dan komitmen penuh pemerintah untuk menyelamatkan BUMN konstruksi terbesarnya inilah yang membuat saya berpendapat bahwa negara sangat baik ke Waskita.

Melansir website resmi investor relation Waskita, pemerintah akhirnya menyetujui PMN sebesar Rp10,9 Triliun yang digunakan untuk mengisi kas demi melanjutkan mega-mega proyek jalan tol yang dari awal agresif diakuisisi Waskita. Pemerintah juga memberikan penjaminan untuk Waskita dapat menerbitkan lagi obligasi senilai Rp2,6 triliun di tahun 2021 lalu. Obligasi ini mendapatkan rating AAA (triple A) yang merupakan rating tertinggi dalam hierarki rating obligasi. Kupon obligasi Waskita juga terbilang  sangat tinggi 6,1% (Seri A 5 tahun) dan 6,8% (Seri B 7 tahun) dengan rating setinggi itu di pasaran.

Waskita juga meluncurkan 8 stream penyehatan keuangan yang bertujuan mengembalikan kembali gairah hidupnya. Delapan langkah tersebut terdiri dari restrukturisasi, penjaminan pemerintah, PMN dan right issue, divestasi aset jalan tol, penyelesaian konstruksi, transformasi bisnis, serta implementasi GCG dan Manajemen Risiko. 

Ya benar. Strategi penyelamatan Waskita ternyata mencakup divestasi aset jalan tol. Ini artinya, manajemen Waskita telah mengakui kesalahan besarnya dengan terjun menjadi investor jalan tol, bukan tetap fokus jadi kontraktor yang jadi core bisnis utamanya bertahun-tahun.. Akibatnya, Waskita sekarang harus menjual aset jalan tol yang dimilikinya sembari menyelesaikan proyek tol yang masih on progress. 

Namun, bukan divestasi jalan tol yang menjadi perhatian utama saya, tapi right issue PT Waskita yang berpotensi membuat pemerintah bersedih lagi karena potensi raupan dana publik yang hampir pasti tidak tercapai secara hitungan matematis.

Kegagalan Right Issue, Kegagalan Waskita memenuhi janji ke Pemerintah?

Pernyataan Dirut Waskita yang dikutip media di akhir tahun 2022 tentang penundaan right issue padahal telah menerima PMN full dari pemerintah sangat menarik perhatian saya. Mengutip investor relation Waskita, proporsi kepemilikan saham pemerintah atas Waskita saat ini ternyata telah naik menjadi 75,35% dari sebelumnya 66,04% di tahun 2021 lalu, sebelum Waskita mendapatkan PMN tahap I.

Kenaikan kepemilikan pemerintah tersebut berarti Waskita telah gagal meyakinkan investornya untuk menyerap semua right yang dikeluarkan pada HMETD 2021 lalu. Tidak semua investor Waskita bersedia menebus HMETD yang membuat proporsi kepemilikan saham masyarakat menjadi terdilusi. 

Sedangkan pemerintah yang telah berkomitmen menebus seluruh right-nya dengan PMN mendapati proporsi kepemilikannya menjadi meningkat. Artinya, terdapat potensi kas yang seharusnya bisa diraup optimal menjadi hilang. Kehilangan potensi penerimaan dana masyarakat di right issue tahun 2021 lalu ini juga berpengaruh secara langsung kepada penerimaan dana masyarakat pada right issue tahun 2023 yang akan datang.

Secara perhitungan matematis, apabila Waskita bisa meraup seluruh potensi dana investor pada right issue 2021, maka di right issue 2023 nanti, Waskita bisa meraup maksimal Rp4,54 Triliun kas bersih di right issue nanti. Angka ini terdiri dari komitmen penebusan right oleh negara melalui PMN sebesar Rp3 Triliun dan uang publik senilai maksimal Rp1,54 Triliun.

Namun, potensi penerimaan dana masyarakat sebesar Rp1,54 Triliun nanti menjadi tidak mungkin dapat tercapai secara logika. Karena proporsi kepemilikan masyarakat yang telah terdilusi menjadi hanya 24,65% saat ini, maksimal dana yang bisa diterima Waskita berkurang menjadi hanya Rp981 Miliar. Itupun kalau semua investornya bersedia menebus HMETDnya nanti.

Dengan kata lain, Waskita telah gagal mengumpulkan semua potensi dana yang ada di pasar dengan jumlah yang cukup signifikan. Terdiri dari selisih Rp1,54 Triliun dikurangi Rp981 Miliar ditambah selisih kurang right issue 2021 yang membuat proporsi saham masyarakat terdilusi dari 33,96% menjadi 24,65%. Hitung sendiri!

Memang, Waskita juga tidak bisa disalahkan dalam kegagalannya melobi semua investor eksisting menebus right-nya, namun kalau saja berhasil terserap optimal seperti yang telah dilakukan Waskita di right issue 2015 lalu, maka duit yang bisa masuk ke neraca Waskita akan semakin tebal dan proyek-proyek tol yang sedang dikebut akan semakin cepat selesai. Andai saja.



Kristian Danang Purnomo. Jakarta, 2 Februari 2023

Posting Komentar untuk " WASKITA, Ada Apa? Bagian I: Right Issue "