Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Disruptive Innovation: Teori Dibalik Cara Taksi Online Mengalahkan Raksasa Taksi Konvensional

Demonstrasi para pelaku bisnis angkot dan taksi konvensional menentang kehadiran sarana transportasi online sedang marak di beberapa kota. Mereka beranggapan kehadiran sarana transportasi online ini akan menghambat rejeki dan bahkan mematikan bisnis mereka. Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah untuk melarang taksi dan ojek online. Patut kita tunggu apakah mereka akan menang menghadapi gempuran angkutan online ini ataukah malah "punah" digerogoti teknologi.

Pertanyaan menarik yang kemudian timbul adalah "Bagaimana para startup ini bisa menjelma menjadi raksasa dan menjadi ancaman serius bagi para raja taksi konvensional yang sudah berpuluh tahun berkuasa?" Cukup mencengangkan memang melihat bagaimana Gojek yang baru seumuran jagung lalu menang lomba startup tapi sekarang sudah memiliki valuasi melebihi bluebird dan garuda indonesia. Bagaimana Grab bertransformasi dari sekedar aplikasi memesan taksi lalu memenangi pertarungan dengan raja-raja taksi yang telah berkuasa puluhan tahun. Atau bagaimana penguasa raksana nokia yang sekarang malah kembang-kembis.  Di sini saya tidak akan membahas strategi mereka tapi akan membahas teori dibelakang fenomena ini.

Ialah Clayton Christensen, profesor Harvard Business School, yang pertama kali memperkenalkan istilah disruptive innovation dalam jurnal "Disruptive Technologies: Catching the Wave" yang dimuat Harvard Business Review (1995) dan bukunya The Innovator's Dilemma. Disruptive innovation inilah yang menjadi alasan bagaimana startup bisa menggangu perusahaan-perusaaan besar seperti saat ini.

Disruptive Innovation adalah inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu tersebut. Dalam Inovasi disruptif ini dikenal dua pihak yaitu  Sustaining Innovation (Contoh taksi konvensional, juara bertahan) dan Disruptive Innovation (Taksi Online, si penantang).

Christensen menyimpulkan, bila penantang pasar memilih untuk melakukan strategi sustaining innovation, inovasi yang sekedar mengikuti dan menyempurnakan pemimpin pasar, maka kecil kemungkinannya dapat mengalahkan pemimpin pasar.
 
Sebaliknya bila penantang pasar memilih untuk melakukan strategi disruptive innovation, inovasi yang mamanfaatkan aplikasi sederhana menggarap segmen pasar bawah yang selama ini tidak digarap serius pemimpin pasar, maka besar kemungkinannya mengalahkan pemimpin pasar.

Poin kunci yang menyebabkan berkembangnya inovasi disruptif, seperti dalam claytonchristensen.com karena perusahaan-perusahaan incumbent berinovasi lebih cepat dari kebutuhan pelanggan itu sendiri. Akibatnya mereka malah memproduksi barang atau jasa yang sebenarnya terlalu canggih, terlalu mahal, bahkan terlalu rumit bagi banyak pelanggan mereka di pasar. Mereka memilih mengejar  "sustaining innovation" ke level yang lebih tinggi karena inilah yang membuat mereka perkasa selama ini. Tanpa disadari, mereka membuka pintu untuk "disruptive innovation" untuk masuk dari akar rumput. Konsumen butuh apa yang benar-benar mereka butuhkan, tapi incumbent memberi hal yang terlalu rumit dan mahal. Sekarang Anda bisa menebak apa yang akan terjadi.

Contoh disruptee adalah Nokia. Apa yang terjadi pada Nokia yang satu dekade lalu perkasa sebagai market leader handphone bisa bernasib tragis. Nokia merugi, mem-PHK ribuan karyawannya dan akhirnya harus dibeli Microsoft. Tentu kita bisa simpulkan bahwa Samsung berperan sebagai disruptor dengan pertama memperkenalkan Operating System Android. 


Puncak kejayaan nokia perlahan memudar dengan penjualan yang terus menurun mulai tahun 2010.  Nokia terlambat merespon perubahan teknologi baru yang begitu cepat. Mereka menganggap remeh kehadiran Android dan percaya diri dengan Symbian-nya yang menurutnya telah diterima pasar (sustaining inovation). Nokia tidak menyadari bahwa pasar begitu gampang diubah seleranya dengan kehadiran teknologi yang kelihatannya murahan dalam diri Android.

Nokia terlambat merespon perubahan dari ancaman teknologi baru yang begitu cepat terjadi. Mereka menganggap remeh kehadiran OS Android dan percaya diri dengan OS Symbian-nya yang menurut mereka telah lama diterima oleh pasar. Nokia juga tidak menyadari bahwa pasar begitu gampang diubah seleranya dengan kehadiran teknologi yang keliatannya “murahan” dari pesaing-pesaing baru dalam hal ini Apple dengan Iphone-nya dan Samsung dengan versi Android-nya yang semuanya itu menawarkan kelebihan (inovasi) yang tida

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/maspepeng/disruptive-innovation_56846ed9b793730f1bb35bff
Apa yang terjadi pada Nokia yang satu dekade lalu sangat kuat bertengger sebagai market leader pada semua kategori produk handpone. Namun akhirnya tahun 2010 secara perlahan penjualan Nokia mulai tergerus dengan semakin diterimanya Operating System Android yang diperkenalkan Samsung ditahun 2009. Selain itu kehadiran iphone dari Apple ditahun 2007 yang lebih dahulu telah diterima dengan baik oleh sebagian konsumen yang senang akan hiburan dengan smartphonenya turut memberi andil memperkecil laba dari Nokia.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/maspepeng/disruptive-innovation_56846ed9b793730f1bb35bff
bernasib stragis setelah merugi dan memPHK ribuan karyawannya kemudian diakuisisi oleh Microsoft bulan September 2013 dengan nilai 7,2 milliar US dollar. Apa yang terjadi pada Nokia yang satu dekade lalu sangat kuat bertengger sebagai market leader pada semua kategori produk handpone. Namun akhirnya tahun 2010 secara perlahan penjualan Nokia mulai tergerus dengan semakin diterimanya Operating System Android yang diperkenalkan Samsung ditahun 2009. Selain itu kehadiran iphone dari Apple ditahun 2007 yang lebih dahulu telah diterima dengan baik oleh sebagian konsumen yang senang akan hiburan dengan smartphonenya turut memberi andil memperkecil laba dari Nokia. Nokia terlambat merespon perubahan dari ancaman teknologi baru yang begitu cepat terjadi. Mereka menganggap remeh kehadiran OS Android dan percaya diri dengan OS Symbian-nya yang menurut mereka telah lama diterima oleh pasar. Nokia juga tidak menyadari bahwa pasar begitu gampang diubah seleranya dengan kehadiran teknologi yang keliatannya “murahan” dari pesaing-pesaing baru dalam hal ini Apple dengan Iphone-nya dan Samsung dengan versi Android-nya yang semuanya itu menawarkan kelebihan (inovasi) yang tidak didapatkan dengan mengunakan produk Nokia sebelumnya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/maspepeng/disruptive-innovation_56846ed9b793730f1bb35bff
bernasib stragis setelah merugi dan memPHK ribuan karyawannya kemudian diakuisisi oleh Microsoft bulan September 2013 dengan nilai 7,2 milliar US dollar. Apa yang terjadi pada Nokia yang satu dekade lalu sangat kuat bertengger sebagai market leader pada semua kategori produk handpone. Namun akhirnya tahun 2010 secara perlahan penjualan Nokia mulai tergerus dengan semakin diterimanya Operating System Android yang diperkenalkan Samsung ditahun 2009. Selain itu kehadiran iphone dari Apple ditahun 2007 yang lebih dahulu telah diterima dengan baik oleh sebagian konsumen yang senang akan hiburan dengan smartphonenya turut memberi andil memperkecil laba dari Nokia. Nokia terlambat merespon perubahan dari ancaman teknologi baru yang begitu cepat terjadi. Mereka menganggap remeh kehadiran OS Android dan percaya diri dengan OS Symbian-nya yang menurut mereka telah lama diterima oleh pasar. Nokia juga tidak menyadari bahwa pasar begitu gampang diubah seleranya dengan kehadiran teknologi yang keliatannya “murahan” dari pesaing-pesaing baru dalam hal ini Apple dengan Iphone-nya dan Samsung dengan versi Android-nya yang semuanya itu menawarkan kelebihan (inovasi) yang tidak didapatkan dengan mengunakan produk Nokia sebelumnya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/maspepeng/disruptive-innovation_56846ed9b793730f1bb35bff

Contoh inovasi disruptif lainnya banyak sekali. Kita menjadi saksi bagaimana kaset tape di-disruptif oleh CD dan DVD, tapi kemudian dikalahkan aplikasi streaming. Becak dan sepeda di-disruptif oleh taksi dan motor namun sekarang menghadapi ancaman serius dari taksi online. Telepon rumah keok sama telepon genggam, atau PC yang diganggu oleh laptop dan masih banyak lagi.

Patut kita cermati apakah startup seperti gojek dan grab bisa mendisruptif taksi konvensional. Memang perubahan adalah abadi, jika tak ikut berlari, kita akan seperti manusia purba dilihat generasi milenial.

Kristian Danang Purnomo 19/04/17
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/maspepeng/disruptive-innovation_56846ed9b793730f1bb35bff



Posting Komentar untuk "Disruptive Innovation: Teori Dibalik Cara Taksi Online Mengalahkan Raksasa Taksi Konvensional"