Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BPJS Ketenagakerjaan: Supermasif "Hedge Fund" & Potensi Risikonya

BPJS TK: Supermasif "Hedge Fund" dan Potensi Risikonya

    Banyak orang excited ketika kabar pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) yang bakal kelola dana investasi sangat banyak mulai nyata bentuknya setelah omnibus law ditetapkan. SWF Indonesia rencananya diberi modal awal Rp75 Triliun dan ditargetkan dapat menarik dan mengelola investasi sampai tiga kali lipatnya yaitu Rp225 Triliun (investor.id). Sangat Besar!  

Tetapi, belum banyak yang ngeh kalau sekarang ini pun, Indonesia sudah punya pengelola dana investasi raksasa yang sudah jauh lebih besar dari rencana SWF, yaitu BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK). 


Bagian I: Pengelola Investasi 


    BPJS-TK, yang saat ini mem-branding diri dengan sebutan BPJamsostek, mencatatkan total nilai aset yang sangat masif pada tahun 2019 yaitu Rp443,34 Triliun, dengan Rp431,98 Triliun diantaranya merupakan aset investasi (Ikhtisar LK BPJS 2019). Nilai investasi tersebut dibagi menjadi dua besaran utama yaitu aset DJS (Dana Jaminan Sosial) yang berasal dari dana amanat dari peserta sebesar Rp420,12 Triliun, dan aset BPJS-TK selaku badan pengelola sebesar Rp11,86 Triliun. 


Agus Susanto, Dirut BPJS-TK, bahkan menargetkan jumlah dana investasi di atas Rp500 Triliun pada tahun 2020 ini sebagaimana dilansir liputan6.com. Dengan jumlah kelolaan yang sebesar itu, BPJS-TK didapuk sebagai badan pengelola dana investasi terbesar di Indonesia.

    

BPJS yang besar dan kuat 

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Desember 2019 menyatakan bahwa  BPJS-TK, yang masuk dalam kategori asuransi sosial,  menguasai 31,51% total dana kelolaan industri asuransi di Indonesia yang mencapai Rp1.371,15 Triliun. Jumlah yang sangat dominan jika mengingat 68,49% dana kelolaan sisanya merupakan dana gabungan milik 149 perusahaan asuransi lainnya, dimana PT Taspen dan PT Asabri juga termasuk didalamnya sebagai perusahaan asuransi wajib.

Data Diolah, Total Dana dan Pendapatan Investasi

Sumber -Web BPJS LK BPJS TK 2015-2019

 

    Dana dan hasil investasi BPJS-TK tumbuh sangat pesat dari tahun ke tahun. BPJS-TK pada 2015 mencatatkan dana investasi sebesar Rp206,45 Triliun. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat pada tahun 2019. 

Dalam kurun waktu 2018 sampai 2019, jumlah dana investasi naik Rp67,1 Triliun dari sebelumnya Rp364,89 Triliun pada tahun 2018. Sementara itu, dari sisi hasil investasi yang diperoleh, BPJS-TK mencatatkan hasil investasi terealisasi pada tahun 2019 sebesar Rp29,15 Triliun. Nilai tersebut lebih besar dari hasil investasi pada tahun 2018 yang mencatatkan hasil investasi sebesar Rp27,27 triliun.

    

    Tidak hanya itu, BPJS-TK merupakan pembeli dominan surat utang pemerintah. Sejak terbitnya Per OJK 1 Tahun 2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara (SBN), BPJS-TK wajib menempatkan 50% dari DJS dan 30% dana BPJS-TK ke dalam SBN. Artinya minimal Rp 213,62 Triliun (50% dana DJS & 30% dana BPJS-TK) wajib diinvestasikan BPJS-TK pada instrumen SBN. 

Pada kenyataanya, pada tahun 2018 (LK 2019 belum dipublikasi), BPJS-TK telah menginvestasikan 58,80% dana DJS dan 52,88% dana BPJS-TK pada produk-produk surat utang. Berdasarkan realisasi investasi pada SBN tersebut, dapat diartikan bahwa BPJS TK turun berperan penting dibalik larisnya penjualan SBN pemerintah.

Diolah, Proporsi Investasi 2018
Sumber: Laporan Tahunan BPJS TK www.bpjsketenagakerjaan.go.id
    

    Meski dana kelolaan sudah sangat masif, dana kelolaan investasinya berpotensi akan terus meningkat pesat seiring umur BPJS-TK itu sendiri. Saat ini, pada umurnya yang baru menginjak 5 tahun, BPJS-TK sudah mengelola dana dari 55,2 juta peserta pekerja dan 681,4 ribu perusahaan pemberi kerja sebagaimana rilis BPJS-TK awal 2020 lalu. 


Ida Fauziah, Menteri Ketenagakerjaan, menyatakan dalam Kompas 11 Agustus 2020, bahwa jumlah peserta BPJS-TK saat ini baru separuh jalan mengingat jumlah pekerja saat ini sudah mencapai 130 juta pekerja. Latar belakangnya memang pada UU nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN telah mewajibkan pemberi kerja mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai program jaminan sosial yang diikuti.


    Selain itu, BPJS-TK berpotensi menambah kekuatan finansialnya dari limpahan dana kelolaan dari PT Taspen dan PT Asabri. PT Taspen dan PT Asabri sendiri diamanatkan UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS untuk menyelesaikan pelimpahan tabungan hari tua dan program pensiunnya kepada BPJS-TK paling lambat tahun 2029 nanti. 

Namun, nampaknya PT Taspen dan PT Asabri agak kurang setuju dengan rencana penggabungan diri ke BPJS TK tersebut. Hal ini bisa dilihat dari adanya gugatan uji materi UU BPJS atas pasal pelimpahan tersebut. 


Terlepas jadi atau tidaknya pelimpahan dana kelolaan PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS-TK, yang pasti BPJS TK sendiri pun akan menjadi pemain utama pasar keuangan di Indonesia. Poinnya adalah, mulai saat ini perlu tata kelola yang jelas dan manajemen risiko yang kuat untuk meningkatkan kapasitas BPJS-TK di masa depan, termasuk mitigasi potensi risiko fiskal yang mungkin dapat mempengaruhi APBN ataupun risiko investasi BPJS itu sendiri. 

Semuanya itu perlu dipersiapkan seoptimal mungkin agar BPJS-TK tidak menjadi too big to fail.


Bersambung di bagian 2....

Posting Komentar untuk "BPJS Ketenagakerjaan: Supermasif "Hedge Fund" & Potensi Risikonya"