Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Potensi Kerugian Negara Membengkak di balik Papan Pemantauan Khusus


Kemarin (30/1), Bursa Efek Indonesia (BEI) mengabarkan akan meluncurkan Papan Pemantauan Khusus Hybrid yang berpotensi membuat saham-saham yang selama ini terkunci di level terendah gocap (Rp50) akan dapat diperdagangkan lagi sampai harga jatuh ke Rp1. Saat membaca kabar ini, saya langsung teringat dengan saham-saham sitaan Kejaksaan Agung, terutama dari kasus PT Asabri dan PT Asuransi Jiwasraya (AJS). Apakah kebijakan BEI berarti bahwa saham-saham junk yang sedang disita dapat terjun harganya sampai dengan Rp1 alias tidak berharga sama sekali? Jika demikian, maka kerugian negara yang selama ini telah tercatat berpotensi akan membengkak dan nilai sitaan Kejagung tersebut akan menyusut sangat drastis nilai pasarnya.  

Apa yang Sebenarnya Terjadi

Sebagian besar orang tahu bahwa batas terendah harga saham di bursa efek adalah Rp50 atau gocap bahasa umumnya. Artinya, saham itu tidak bisa lagi diperdagangkan di bawah harga tersebut. Saham-saham yang valuasinya seharusnya di bawah Rp50 menjadi tidak bisa diperdagangkan lagi karena secara sistem di pasar regular sudah mentok.

Transaksi di bawah harga Rp50, sebenarnya masih bisa dilakukan melalui mekanisme pasar negosiasi. Namun, untuk institusi pemerintah yang memegang saham dalam jumlah sangat besar, transaksi di pasar negosiasi menjadi relatif sangat sulit dilakukan.

Perdagangan saham di bawah harga Rp50 juga dan harga minimal Rp1 sebenarnya sudah berjalan biasa saja Juli 2019 untuk saham-saham papan akselerasi. Papan akselerasi adalah papan pencatatan yang disediakan untuk mencatatkan saham dari Emiten dengan Aset Skala Kecil atau emiten dengan aset skala menengah. Namun demikian, tidak ada emiten saham milik PT Asabri dan PT AJS yang ada di papan akselerasi. Selama ini, mayoritas saham-saham tersebut relatif “aman” karena mentok harganya Rp50 tidak bisa turun lagi nilai pasarnya.

Menurut saya, potensi masalah akan muncul ketika papan pemantauan khusus hybrid yang sedang dibangun BEI mulai beroperasi.  Saham-saham yang relatif “aman” mentok gocap tersebut, bisa masuk ke papan ini dan mulai diperdagangkan lagi yang membuat harganya drop sampai dengan Rp1.

 

Papan Pemantauan Khusus Hybrid

Mengutip dari situs resmi Bursa Efek Indonesia, latar belakang peluncuran papan baru ini adalah agar investor memiliki informasi yang lengkap dan waktu yang memadai untuk mengambil keputusan investasinya. Selama ini, investor yang memiliki saham-saham yang terjebak suspensi tidak bisa menjualnya di bursa. Sementara, di sisi lain pihak investor dengan risk appetite tinggi yang ingin membeli saham tersebut tidak bisa menjalankan transaksinya. Oleh karena itu, otoritas bursa berniat meluncurkan papan baru ini untuk memenuhi kebutuhan kedua pihak tersebut.

Papan Pemantauan Khusus


Ada Ada beberapa kriteria yang menyebabkan suatu saham dapat masuk ke dalam Efek Bersifat Ekuitas Dalam Pemantauan Khusus, yaitu:

a.       Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler kurang dari Rp51,00

b.       Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer);

c.       Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya;

d.       Memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir;

e.       Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 (sepuluh ribu) saham selama 6 (enam) bulan terakhir di Pasar Reguler;

f.        Dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau dimohonkan pailit;

g.       Memiliki anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material bagi Perusahaan Tercatat dan anak perusahaan tersebut dalam kondisi dimohonkan PKPU atau dimohonkan pailit.

Dari kriteria tersebut, kita dapat menebak bahwa papan khusus tersebut nantinya akan dihuni oleh saham-saham berperforma sangat buruk.

Nasib Saham-Saham Sitaan Kejaksaan Agung

Satu-satunya perhatian utama saya atas papan khusus baru nanti adalah papan ini dapat menerima seluruh emiten seluruh papan, baik berasal dari papan papan utama, pengembangan, akselerasi, bahkan papan ekonomi baru dapat masuk ke papan baru ini. Ini artinya, saham yang sedang disita kejagung dan saham-saham gocap yang sedang dimiliki PT Asabri berpotensi akan dipindahkan ke papan pemantauan khusus ini.

Hasil penelusuran saya melalui catatan stockbit menunjukkan Kejaksaan Agung RI saat ini sedang memegang saham dalam jumlah besar yang berasal mayoritas dari sitaan kasus PT Asabri dan PT AJS. Saham-saham ini tercatat atas nama Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Republik Indonesia Kejaksaan Republik Indonesia.





Data Bursa Efek menunjukkan bahwa Kejaksaan Agung paling tidak memegang 23 emiten saham dengan nilai pasar saat ini mencapai Rp4,25 Triliun. Jumlah tersebut belum termasuk kepemilikan minoritas atau di bawah 5% yang tidak muncul dalam keterbukaan publik.

Ada 15 emiten saham yang saat ini nyangkut di gocap, dengan nilai terbesar ada di emiten TRAM (Trada Alam Minera), MYRX (Hanson International) dan RIMO (Rimo International Lestari). Sayangnya, ketiga emiten tersebut milih Benny Tjokro , terpidana penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya.

Pemberlakukan papan pemantauan khusus yang baru akan membuka peluang 15 saham yang mentok tersebut untuk dipindahkan dan mulai dapat diperdagangkan. Meskipun dari satu sisi berarti aset saham akan lebih mencerminkan harga yang sesungguhnya, tapi akan berpotensi mengikis nilai pasar saham yang sedang di sita tersebut.

Di satu sisi, nilai unrealized loss akan semakin membesar karena semakin melemahnya harga saham dibandingkan harga perolehannya. Di sisi lain, nilai pasar aset saham yang disita akan semakin kecil nilai pasarnya.

Jika kita lihat sisi baiknya, adanya papan pemantauan baru ini akan membuat likuiditas saham akan naik karena mulainya transaksi jual beli antar pelaku pasar. Namun, nilai transaksi tersebut diyakini tidak akan maksimal, karena adanya batasan maksimal volume transaksi anggota papan.

Karakteristik investasi atas dana public yang tidak mengijinkan adanya cut loss akan membuat instansi terkait baik Asabri, PT AJS, dan Kejagung tidak dapat turut serta dalam transaksi di pasar. Jadi, para pihak tersebut akan menanggung fluktuasi harga di pasar saham yang masuk ke dalam papan pemantauan khusus hybrid tersebut. 

Apa yang Membuatnya Turun?

Bukankah pengalihan ke papan khusus akan membuat emiten-emiten busuk jadi bisa diperdagangkan? Apa yang sebenarnya dikhawatirkan membuat harganya turun?

Sayangnya, dari 23 daftar emiten yang sedang dikuasai kejagung tersebut, ada 15 emiten yang mentok gocap. Artinya, memang secara fundamental, saham-saham tersebut memang belum ditakdirkan naik harganya. Logikanya, jika emiten tersebut memang layak dihargai lebih dari Rp50, maka harga saham tersebut sudah dari dulu naik. Pemindahan ke papan khusus akan menjadi awal penjualan besar-besaran oleh investor yang sudah lama terjebak di gocap.

Proporsi saham yang disita kejagung juga sangat besar jumlahnya dibandingkan jumlah saham beredar yang dikuasai pihak lain. Ini artinya, kejagung secara tidak langsung saat ini menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) dari sebagian besar saham di atas. 

Masalah akan muncul jika pengadilan memerintahkan Kejagung untuk menjual atau melelang saham yang disita. Kejagung dhi sebagai PSP, akan membanjiri pasar dengan saham jualannya. Kombinasi performa buruk emiten dan supply melimpah, akan membuat saham-saham sitaan kejagung turun drastis dan berpotensi terkena Auto Reject Bawah (ARB) berjilid-jilid.

Akhirnya, jika skenario yang ditakutkan tersebut benar-benar terjadi, nilai realisasi kerugian negara yang sudah ditetapkan BPK untuk kasus PT AJS dan PT Asabri akan berpotensi membesar. Sementara itu, nilai aset sitaan berupa saham yang saat ini dikuasai Kejagung akan menyusut signifikan nilainya.


Opini pribadi. Kristian Danang Purnomo, 31 Januari 2023








Posting Komentar untuk "Potensi Kerugian Negara Membengkak di balik Papan Pemantauan Khusus"