Asabri, Media dan Kemenkeu
Analisis Regulasi, Media, dan Kinerja Pensiun
1. Peran Itjen Kemenkeu dalam Pengawasan PT Asabri
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200122120424-17-131869/dicecar-dpr-soal-jiwasraya-asabri-ini-jawaban-bos-ojk
1. Peran Itjen Kemenkeu dalam Pengawasan PT Asabri
Berdasarkan pasal 53 PP 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit TNI, Anggota Polri, dan PNS di Lingkungan Kemenhan dan Polri, pengawasan terhadap penyelenggaraan asuransi sosial (yang diselenggarakan oleh PT Asabri) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Ketentuan tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut pada pasal 54 yang menyatakan bahwa pengawasan dilakukan oleh Pengawas Internal yang diselenggarakan oleh satuan pengawasan internal dan Pengawas Eksternal yang dilakukan oleh beberapa pihak yaitu:
a. Itjen Kemenhan, Irwasum Mabes Polri, dan Itjen TNI;
b. Itjen Kementerian Keuangan;
c. BPK RI; dan
d. Auditor independen.
Pengaturan pengawasan PT Asabri tersebut membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam pernyataanya kepada beberapa media masa, menyatakan tidak memiliki kewenangan pengawasan kepada PT Asabri. Menurut OJK, kewenangan pengawasan tersebut berada di ranah pengawas eksternal sesuai PP 102 Tahun 2015 yang didalamnya termasuk Itjen Kemenkeu. OJK berpendapat bahwa PP tersebut adalah lex spesialis dari UU.
Pendapat yang berbeda diungkapkan Direktur Utama PT Asabri yang menyatakan bahwa OJK perlu mengawasi PT Asabri sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang. PT Asabri menyatakan secara rutin telah membayar iuran kepada OJK dan telah menyampaikan laporan bulanan terkait program Tabungan Hari Tua kepada OJK. Terkait penyampaian laporan, OJK menyatakan benar bahwa PT Asabri secara bulanan menyampaikan laporan program THT kepada OJK, namun PT Asabri tidak pernah menyampaikan laporan keuangannya secara lengkap.
Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK Pasal 6 dijelaskan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dengan demikian, OJK, dengan kewenangannya yang diatur dalam undang-undang, sebenarnya dapat melakukan pengawasan terhadap PT Asabri.
Namun demikian, pengaturan pengawasan pada pasar 54 dan pernyataan OJK tersebut membuat beberapa pihak dan media kemudian dapat meminta penjelasan pelaksanaan pengawasan oleh pengawas eksternal yang salah satunya melibatkan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Terdapat minimal dua hal yang dapat ditanyakan yaitu:
a. Bagaimana pembagian tugas antar unit pengawas eksternal dalam tugasnya mengawasi PT Asabri,
b. Bagaimana pengawasan yang telah dilakukan oleh Itjen Kemenkeu selama ini terhadap PT Asabri.
Itjen Kemenkeu sebagai APIP melaksanakan pengawasan terhadap governance, risk, dan control, namun demikian pengawasan kegiatan bisnis Asabri memang harusnya dilakukan oleh OJK selaku praktisi teknis yang juga mengawasi perusahaan asuransi lainnya.

2. Tindak Lanjut atas Pelaporan Pengelolaan AIP yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan
PMK nomor 243 Tahun 2016 tentang Pelaporan Akumulasi Iuran Pensiun (AIP) PNS dan Pejabat Negara mengeliminasi peran Bapepam LK (OJK) untuk melakukan pengawasan atas pengadministrasian penitipan Dana Iuran Pensiun yang sebelumnya diatur dalam PMK 20/2007.
Sebelumnya, dalam PMK nomor 20 Tahun 2007, PT Taspen wajib membuat laporan berkala kepada Menteri Keuangan atas kegiatan penitipan Dana Iuran Pensiun yang terpisah dari tugas lain yang dikelola PT Taspen. Laporan berkala tersebut terdiri dari Laporan Tahunan, Semesteran, dan Bulanan yang disampaikan kepada Menkeu u.p Ketua Bapepam LK. Selanjutnya, Menkeu dengan mendelegasikan kewenangannya kepada Ketua Bapepam LK, melakukan dan menetapkan mekanisme pengawasan atas pengadministrasian penitipan Dana Iuran Pensiun tersebut.
Pembubaran Bapepam LK dan terbentuknya OJK dengan UU nomor 21 Tahun 2011 membuat Menkeu mencabut PMK 20/2007 dengan menerbitkan PMK 243/2016. Istilah Badan Penyelenggaran dan Akumulasi Iuran Pensiun (AIP) dalam PMK 243/2016 digunakan sebagai pengganti istilah PT Taspen dan Dana Iuran Pensiun dalam PMK 20/2007.
PMK 243/2016 yang diterbitkan pada dasarnya mengatur hal yang sama dengan PMK 20/2007 yaitu kewajiban pelaporan berkala Badan Penyelenggara kepada Menkeu. Bedanya, pada PMK 243/2016, laporan berkala disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Anggaran dan tembusannya disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan selaku KPA BUN. Selain itu, istilah monitoring dan evaluasi digunakan sebagai ganti istilah pengawasan dalam PMK terdahulu. Monitoring dan evaluasi atas pengelolaan AIP dilaksanakan oleh Menkeu yang kemudian didelegasikan kepada Dirjen Anggaran yang kemudian saat ini menjadi kewenangan Direktorat Sistem Penganggaran (Dit. SP DJA). Pelaksanaan kegiatan inilah yang kemudian diangkat BPK dalam pemeriksaan kinerja pensiun.
BPK RI, dalam LHP Kinerja Pensiun, mengungkapkan pemberlakukan PMK 243/2016 membuat OJK yang sebelumnya Bapepam-LK tidak diberikan lagi wewenang pengawasan atas pengembangan iuran. OJK menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan, sedangkan Dit. SP DJA melakukan monitoring dan evaluasi atas aspek operasional, keuangan, dan investasi berdasarkan laporan berkala yang disampaikan Badan Penyelenggara. Dit. SP DJA setelah menerima laporan melakukan evaluasi dalam bentuk arahan terkait capaian dana AIP sebagai bahan penyelenggara untuk melakukan perbaikan ke depan.
Pertanyaan yang dapat timbul adalah bagaimana peran Dit. SP selama ini dalam perannya memonitoring dan mengevaluasi pengelolaan AIP untuk mendeteksi “penyimpangan” pengelolaan dan penempatan dana dalam portofolio investasi yang sehat. Dit. SP dapat menjalankan peran untuk mencegah dan melakukan deteksi awal adanya penyimpangan tersebut.
3. Pengaturan Portofolio Investasi yang Dapat Meningkatkan Risiko Investasi
PMK 148/2018 tentang perubahan PMK 139/2017 tentang Pengelolaan AIP PNS dan Pejabat Negara telah mengatur instrumen yang diperkenankan dalam rangka kebijakan investasi program pensiun oleh Asabri dan Taspen, namun demikian masih meninggalkan celah yang dapat dieksploitasi dan menimbulkan risiko kerugian.
PMK 148/2018 mengatur bentuk investasi yang dipekanankan yaitu meliputi:
a. SBN
b. Itjen Kementerian Keuangan;
c. BPK RI; dan
d. Auditor independen.
Pengaturan pengawasan PT Asabri tersebut membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam pernyataanya kepada beberapa media masa, menyatakan tidak memiliki kewenangan pengawasan kepada PT Asabri. Menurut OJK, kewenangan pengawasan tersebut berada di ranah pengawas eksternal sesuai PP 102 Tahun 2015 yang didalamnya termasuk Itjen Kemenkeu. OJK berpendapat bahwa PP tersebut adalah lex spesialis dari UU.
Pendapat yang berbeda diungkapkan Direktur Utama PT Asabri yang menyatakan bahwa OJK perlu mengawasi PT Asabri sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang. PT Asabri menyatakan secara rutin telah membayar iuran kepada OJK dan telah menyampaikan laporan bulanan terkait program Tabungan Hari Tua kepada OJK. Terkait penyampaian laporan, OJK menyatakan benar bahwa PT Asabri secara bulanan menyampaikan laporan program THT kepada OJK, namun PT Asabri tidak pernah menyampaikan laporan keuangannya secara lengkap.
Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK Pasal 6 dijelaskan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dengan demikian, OJK, dengan kewenangannya yang diatur dalam undang-undang, sebenarnya dapat melakukan pengawasan terhadap PT Asabri.
Namun demikian, pengaturan pengawasan pada pasar 54 dan pernyataan OJK tersebut membuat beberapa pihak dan media kemudian dapat meminta penjelasan pelaksanaan pengawasan oleh pengawas eksternal yang salah satunya melibatkan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Terdapat minimal dua hal yang dapat ditanyakan yaitu:
a. Bagaimana pembagian tugas antar unit pengawas eksternal dalam tugasnya mengawasi PT Asabri,
b. Bagaimana pengawasan yang telah dilakukan oleh Itjen Kemenkeu selama ini terhadap PT Asabri.
Itjen Kemenkeu sebagai APIP melaksanakan pengawasan terhadap governance, risk, dan control, namun demikian pengawasan kegiatan bisnis Asabri memang harusnya dilakukan oleh OJK selaku praktisi teknis yang juga mengawasi perusahaan asuransi lainnya.

2. Tindak Lanjut atas Pelaporan Pengelolaan AIP yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan
PMK nomor 243 Tahun 2016 tentang Pelaporan Akumulasi Iuran Pensiun (AIP) PNS dan Pejabat Negara mengeliminasi peran Bapepam LK (OJK) untuk melakukan pengawasan atas pengadministrasian penitipan Dana Iuran Pensiun yang sebelumnya diatur dalam PMK 20/2007.
Sebelumnya, dalam PMK nomor 20 Tahun 2007, PT Taspen wajib membuat laporan berkala kepada Menteri Keuangan atas kegiatan penitipan Dana Iuran Pensiun yang terpisah dari tugas lain yang dikelola PT Taspen. Laporan berkala tersebut terdiri dari Laporan Tahunan, Semesteran, dan Bulanan yang disampaikan kepada Menkeu u.p Ketua Bapepam LK. Selanjutnya, Menkeu dengan mendelegasikan kewenangannya kepada Ketua Bapepam LK, melakukan dan menetapkan mekanisme pengawasan atas pengadministrasian penitipan Dana Iuran Pensiun tersebut.
Pembubaran Bapepam LK dan terbentuknya OJK dengan UU nomor 21 Tahun 2011 membuat Menkeu mencabut PMK 20/2007 dengan menerbitkan PMK 243/2016. Istilah Badan Penyelenggaran dan Akumulasi Iuran Pensiun (AIP) dalam PMK 243/2016 digunakan sebagai pengganti istilah PT Taspen dan Dana Iuran Pensiun dalam PMK 20/2007.
PMK 243/2016 yang diterbitkan pada dasarnya mengatur hal yang sama dengan PMK 20/2007 yaitu kewajiban pelaporan berkala Badan Penyelenggara kepada Menkeu. Bedanya, pada PMK 243/2016, laporan berkala disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Anggaran dan tembusannya disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan selaku KPA BUN. Selain itu, istilah monitoring dan evaluasi digunakan sebagai ganti istilah pengawasan dalam PMK terdahulu. Monitoring dan evaluasi atas pengelolaan AIP dilaksanakan oleh Menkeu yang kemudian didelegasikan kepada Dirjen Anggaran yang kemudian saat ini menjadi kewenangan Direktorat Sistem Penganggaran (Dit. SP DJA). Pelaksanaan kegiatan inilah yang kemudian diangkat BPK dalam pemeriksaan kinerja pensiun.
BPK RI, dalam LHP Kinerja Pensiun, mengungkapkan pemberlakukan PMK 243/2016 membuat OJK yang sebelumnya Bapepam-LK tidak diberikan lagi wewenang pengawasan atas pengembangan iuran. OJK menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan, sedangkan Dit. SP DJA melakukan monitoring dan evaluasi atas aspek operasional, keuangan, dan investasi berdasarkan laporan berkala yang disampaikan Badan Penyelenggara. Dit. SP DJA setelah menerima laporan melakukan evaluasi dalam bentuk arahan terkait capaian dana AIP sebagai bahan penyelenggara untuk melakukan perbaikan ke depan.
Pertanyaan yang dapat timbul adalah bagaimana peran Dit. SP selama ini dalam perannya memonitoring dan mengevaluasi pengelolaan AIP untuk mendeteksi “penyimpangan” pengelolaan dan penempatan dana dalam portofolio investasi yang sehat. Dit. SP dapat menjalankan peran untuk mencegah dan melakukan deteksi awal adanya penyimpangan tersebut.
3. Pengaturan Portofolio Investasi yang Dapat Meningkatkan Risiko Investasi
PMK 148/2018 tentang perubahan PMK 139/2017 tentang Pengelolaan AIP PNS dan Pejabat Negara telah mengatur instrumen yang diperkenankan dalam rangka kebijakan investasi program pensiun oleh Asabri dan Taspen, namun demikian masih meninggalkan celah yang dapat dieksploitasi dan menimbulkan risiko kerugian.
PMK 148/2018 mengatur bentuk investasi yang dipekanankan yaitu meliputi:
a. SBN
b. Deposito, deposito berjangka dan non negotiable certificate deposit
c. Negotiable certificate deposit
d. Saham yang diperdagangkan di Bursa Efek
e. Obligasi dan sukuk
f. Obligasi dengan mata uang asing
g. Medium Term Notes
h. Reksadana (termasuk reksadana saham)
i. Penyertaan langsung
j. Dana investasi infrastruktur.
Selanjutnya jumlah penempatan aset investasi tersebut dibatasi jumlahnya berdasarkan tiap-tiap jenis instrumen pada pasal 19. Selain itu, penjelasan tiap instrumen invetasi yang diperkenankan dijelaskan secara singkat dalam PMK tersebut.
Namun demikian, pengaturan instrumen tersebut dapat menimbulkan celah investasi yang kemudian berujung pada kerugian nilai investasi PT Asabri. Celah instrumen yang dimaksud adalah pada Saham dan Reksadana Saham. Pasal 17 PMK 148/2018 hanya menyatakan saham yang diperbolehkan adalah saham yang diperdagangkan di Bursa Efek berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan, sedangkan untuk reksadana saham tidak dijelaskan lebih lanjut. Dengan demikian, PT Asabri dan PT Taspen mendapat priviledge dengan diperbolehkan membeli saham apa saja yang diperdagangkan di bursa. Priviledge tersebut dapat dipandang sebagai bentuk fleksibilitas yang diberikan untuk berinvestasi, namun pada kenyataanya PT Asabri membeli “saham gorengan” untuk mengejar return tinggi tapi berakhir dengan kerugian besar.
Selain itu, penggunakan reksadana saham dapat digunakan sebagai alat untuk menghindari batas atas penempatan investasi saham. Ketika penempatan investasi saham sudah mencapai batas dalam PMK, Badan Penyelenggaran masih dapat menggunakan instrumen reksadana saham untuk membeli saham gorengan tersebut.
BPK RI kemudian melaporkan bahwa PT Asabri memiliki kepemilikan saham yang berfundamental buruk hingga menyebabkan penurunan nilai investasi. BPK menyatakan bahwa penempatan saham oleh PT Asabri tidak sepenuhnya memenuhi prinsip kehati-hatian. Secara regulasi, Kemenkeu telah mengatur dalam pasal 5 PMK 139/2017 yang menyatakan bahwa pengelolaan AIP dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
Namun, aspek-aspek tersebut adalah ukuran kualitatif yang dapat diintepretasikan berbeda tergantung pada profil risiko dan batas risiko yang dimiliki oleh PT Asabri. PT Asarbri juga masih dapat membeli saham berfundamental buruk karena tidak adanya pengaturan rinci terkait hal itu.
Beberapa media kemudian memberitakan kerugian investasi PT Asabri yang dikaitkan dari sisi regulasi. Kemenkeu dengan hal ini dapat membuat pengaturan yang lebih ketat atas pengelolaan AIP pada PT Asabri dan PT Taspen dengan tidak terlalu mengekang kebijakan investasi yang nantinya mengurangi kemampuan strategi investasi Badan Penyelenggara. Pengaturan dimaksud dapat saja larangan pembelian saham yang berfundamental buruk dengan kriteria tertentu dan arahan untuk penempatan AIP pada saham yang berfundamental baik.
4. Kemenkeu belum merealisasikan Program Penjaminan Polis
Undang-undang No. 40 Tahun 2014 Pasal 53 ayat 1 menyatakan bahwa Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Penyelenggaraan Program penjaminan polis tersebut akan diatur dalam undang-undang yang dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak undang-undang nomor 40 Tahun 2014 diterbitkan. Dengan kata lain, undang-undang terkait program penjaminan polis tersebut diamanatkan dapat diterbitkan paling lambat pada tahun 2017.
Namun, sampai saat ini undang-undang tersebut belum ada. Kementerian Keuangan sebagai salah satu pihak utama yang terlibat dalam perumusan program tersebut, menyatakan kepada media sedang menggodok program penjaminan polis dengan mengadopsi skema yang dijalankan LPS. Namun, mencuatnya kasus Asabri dan Jiwasraya membuat beberapa media mulai mempertanyakan belum selesainya konsep progam penjaminan polis yang disusun Kemenkeu.
Lebih lanjut penjaminan polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya atau dilikuidasi. Selain itu, keberadaan program penjaminan polis dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat menggunakan jasa asuransi.
Pemberitaan belum terealisasinya program penjaminan polis tersebut kemudian ikut naik seiring pemberitaan atas nasib nasabah PT Jiwasraya dan PT Asabri yang khawatir haknya akan ikut terpengaruhi kerugian investasi. Akibatnya Kementerian Keuangan, selaku salah satu pihak utama dalam penyelenggaraan program tersebut beberapa kali disorot media terkait hal tersebut. Adanya temuan BPK terhadap kinerja pensiun yang melibatkan PT Asabri dan PT Taspen selaku penyenggara asuransi sosial dapat menjadi katalis untuk segera membentuk Lembaga Penjamin Polis (LPP).
--KDP 26 Mei 2020--
Sumber:
c. Negotiable certificate deposit
d. Saham yang diperdagangkan di Bursa Efek
e. Obligasi dan sukuk
f. Obligasi dengan mata uang asing
g. Medium Term Notes
h. Reksadana (termasuk reksadana saham)
i. Penyertaan langsung
j. Dana investasi infrastruktur.
Selanjutnya jumlah penempatan aset investasi tersebut dibatasi jumlahnya berdasarkan tiap-tiap jenis instrumen pada pasal 19. Selain itu, penjelasan tiap instrumen invetasi yang diperkenankan dijelaskan secara singkat dalam PMK tersebut.
Namun demikian, pengaturan instrumen tersebut dapat menimbulkan celah investasi yang kemudian berujung pada kerugian nilai investasi PT Asabri. Celah instrumen yang dimaksud adalah pada Saham dan Reksadana Saham. Pasal 17 PMK 148/2018 hanya menyatakan saham yang diperbolehkan adalah saham yang diperdagangkan di Bursa Efek berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan, sedangkan untuk reksadana saham tidak dijelaskan lebih lanjut. Dengan demikian, PT Asabri dan PT Taspen mendapat priviledge dengan diperbolehkan membeli saham apa saja yang diperdagangkan di bursa. Priviledge tersebut dapat dipandang sebagai bentuk fleksibilitas yang diberikan untuk berinvestasi, namun pada kenyataanya PT Asabri membeli “saham gorengan” untuk mengejar return tinggi tapi berakhir dengan kerugian besar.
Selain itu, penggunakan reksadana saham dapat digunakan sebagai alat untuk menghindari batas atas penempatan investasi saham. Ketika penempatan investasi saham sudah mencapai batas dalam PMK, Badan Penyelenggaran masih dapat menggunakan instrumen reksadana saham untuk membeli saham gorengan tersebut.
BPK RI kemudian melaporkan bahwa PT Asabri memiliki kepemilikan saham yang berfundamental buruk hingga menyebabkan penurunan nilai investasi. BPK menyatakan bahwa penempatan saham oleh PT Asabri tidak sepenuhnya memenuhi prinsip kehati-hatian. Secara regulasi, Kemenkeu telah mengatur dalam pasal 5 PMK 139/2017 yang menyatakan bahwa pengelolaan AIP dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
Namun, aspek-aspek tersebut adalah ukuran kualitatif yang dapat diintepretasikan berbeda tergantung pada profil risiko dan batas risiko yang dimiliki oleh PT Asabri. PT Asarbri juga masih dapat membeli saham berfundamental buruk karena tidak adanya pengaturan rinci terkait hal itu.
Beberapa media kemudian memberitakan kerugian investasi PT Asabri yang dikaitkan dari sisi regulasi. Kemenkeu dengan hal ini dapat membuat pengaturan yang lebih ketat atas pengelolaan AIP pada PT Asabri dan PT Taspen dengan tidak terlalu mengekang kebijakan investasi yang nantinya mengurangi kemampuan strategi investasi Badan Penyelenggara. Pengaturan dimaksud dapat saja larangan pembelian saham yang berfundamental buruk dengan kriteria tertentu dan arahan untuk penempatan AIP pada saham yang berfundamental baik.
4. Kemenkeu belum merealisasikan Program Penjaminan Polis
Undang-undang No. 40 Tahun 2014 Pasal 53 ayat 1 menyatakan bahwa Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Penyelenggaraan Program penjaminan polis tersebut akan diatur dalam undang-undang yang dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak undang-undang nomor 40 Tahun 2014 diterbitkan. Dengan kata lain, undang-undang terkait program penjaminan polis tersebut diamanatkan dapat diterbitkan paling lambat pada tahun 2017.
Namun, sampai saat ini undang-undang tersebut belum ada. Kementerian Keuangan sebagai salah satu pihak utama yang terlibat dalam perumusan program tersebut, menyatakan kepada media sedang menggodok program penjaminan polis dengan mengadopsi skema yang dijalankan LPS. Namun, mencuatnya kasus Asabri dan Jiwasraya membuat beberapa media mulai mempertanyakan belum selesainya konsep progam penjaminan polis yang disusun Kemenkeu.
Lebih lanjut penjaminan polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya atau dilikuidasi. Selain itu, keberadaan program penjaminan polis dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat menggunakan jasa asuransi.
Pemberitaan belum terealisasinya program penjaminan polis tersebut kemudian ikut naik seiring pemberitaan atas nasib nasabah PT Jiwasraya dan PT Asabri yang khawatir haknya akan ikut terpengaruhi kerugian investasi. Akibatnya Kementerian Keuangan, selaku salah satu pihak utama dalam penyelenggaraan program tersebut beberapa kali disorot media terkait hal tersebut. Adanya temuan BPK terhadap kinerja pensiun yang melibatkan PT Asabri dan PT Taspen selaku penyenggara asuransi sosial dapat menjadi katalis untuk segera membentuk Lembaga Penjamin Polis (LPP).
--KDP 26 Mei 2020--
Sumber:
UU, PP, PMK terkait
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200122120424-17-131869/dicecar-dpr-soal-jiwasraya-asabri-ini-jawaban-bos-ojk
https://tirto.id/tak-tahu-kasus-asabri-ojk-sebut-pengawasannya-ada-di-kemenhan-esnX
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200122174324-78-467759/ombudsman-persoalkan-pp-asabri-yang-hilangkan-peran-ojk
https://money.kompas.com/read/2020/01/22/170437226/dpr-heran-asabri-dan-taspen-tidak-dalam-pengawasan-ojk?page=all
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58a5868738baf/lembaga-penjamin-polis-diharapkan-segera-terbentuk/
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200122095824-17-131808/ini-bocoran-sri-mulyani-soal-lembaga-penjaminan-polis
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200122174324-78-467759/ombudsman-persoalkan-pp-asabri-yang-hilangkan-peran-ojk
https://faisalbasri.com/2020/01/24/skandal-jiwasraya-dan-asabri-negara-abai-melindungi-rakyat/
https://tirto.id/istimewanya-kasus-salah-investasi-asabri-yang-tak-diawasi-ojk-esBv
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58a5868738baf/lembaga-penjamin-polis-diharapkan-segera-terbentuk/
https://www.gatra.com/detail/news/466586/ekonomi/jiwasraya-asabri-bikin-menkeu-bentuk-badan-penjamin-polis
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200122135617-532-467641/kisruh-jiwasraya-pemerintah-kebut-lembaga-penjamin-polis
https://katadata.co.id/berita/2020/01/22/pemerintah-akan-bentuk-lembaga-penjamin-polis-asuransi
https://investor.id/finance/lembaga-penjamin-polis-urgen-dibentuk-tahun-ini
https://tirto.id/istimewanya-kasus-salah-investasi-asabri-yang-tak-diawasi-ojk-esBv
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200122174324-78-467759/ombudsman-persoalkan-pp-asabri-yang-hilangkan-peran-ojk
https://money.kompas.com/read/2020/01/22/170437226/dpr-heran-asabri-dan-taspen-tidak-dalam-pengawasan-ojk?page=all
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58a5868738baf/lembaga-penjamin-polis-diharapkan-segera-terbentuk/
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200122095824-17-131808/ini-bocoran-sri-mulyani-soal-lembaga-penjaminan-polis
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200122174324-78-467759/ombudsman-persoalkan-pp-asabri-yang-hilangkan-peran-ojk
https://faisalbasri.com/2020/01/24/skandal-jiwasraya-dan-asabri-negara-abai-melindungi-rakyat/
https://tirto.id/istimewanya-kasus-salah-investasi-asabri-yang-tak-diawasi-ojk-esBv
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58a5868738baf/lembaga-penjamin-polis-diharapkan-segera-terbentuk/
https://www.gatra.com/detail/news/466586/ekonomi/jiwasraya-asabri-bikin-menkeu-bentuk-badan-penjamin-polis
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200122135617-532-467641/kisruh-jiwasraya-pemerintah-kebut-lembaga-penjamin-polis
https://katadata.co.id/berita/2020/01/22/pemerintah-akan-bentuk-lembaga-penjamin-polis-asuransi
https://investor.id/finance/lembaga-penjamin-polis-urgen-dibentuk-tahun-ini
https://tirto.id/istimewanya-kasus-salah-investasi-asabri-yang-tak-diawasi-ojk-esBv
Posting Komentar untuk "Asabri, Media dan Kemenkeu"