Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa Harga Minyak Bisa Terjun Sampai Negatif?


Pagi hari, 21 April 2020 saya buru-buru membuka laptop untuk melihat chart harga minyak ketika melihat beberapa following twitter saya ngetwit minyak yang tiba-tiba jatuh.  

Ini yang saya lihat waktu itu.
Harga Minyak Jatuh US$ 0.01 per Barel

Harga Kontrak Future Minyak Negatif pic: Reuters

Chaos!

Harga minyak mentah WTI (kebanyakan minyak dari sumur Texas & Negara Arab) terjun menjadi US$0.01 per barel. Kontrak future minyak untuk pengiriman bulan Mei bahkan sampai berharga minus $40.31 sebelum akhirnya ditutup minus 37.63 per barel. Pertama kali dalam sejarah harga minyak serendah ini. Bahkan ketika situasi perang pun, minyak tak pernah dianggap "tak bernilai" seperti saat ini.

Sebagai gambaran, dengan asumsi 1 barel sama dengan 159 liter dan 1 dolar US dihargai Rp15.500, artinya 1 liter minyak mentah hanya berharga Rp0,97. Murah sekali. Bahkan jika saya beli minyak mentah dengan 10 ribu rupiah, saya akan dapat 10.258 liter (sepuluh ribu liter).

Lebih mengagetkan lagi harga kontrak minyak bahkan ditutup minus $37.63. Ya. harga minus berarti penjual sampai memberikan uang kepada pembeli untuk mengambil barang dagangan punyanya. Bagaimana semuanya itu bisa terjadi?

Beda Crude Oil dan Crude Oil Future Contract

Perlu diluruskan bahwa harga minyak belum pernah negatif. Minyak memang sempat berharga sangat murah $0.01 per barel, tapi minyak belum pernah berharga di bawah nol. Yang kemarin berharga dibawah nol adalah kontrak future minyak mentah. Saat kontrak future minyak mentah minus, harga minyak masih "baik-baik saja" tidak sampai minus. Kontrak future minyak dan harga minyak adalah dua hal yang berbeda tapi sama-sama jadi patokan dalam jual beli minyak.

Menurut KPEI, kontrak berjangka (futures) adalah suatu kontrak yang mewajibkan para pihak untuk membeli atau menjual sejumlah underlying asset (dlm bahasan ini minyak mentah) pada harga tertentu dalam jumlah dan waktu tertentu di masa yang akan datang. Harga minyak selalu berubah tiap saat, bukan hanya hitungan hari tapi bahkan sampai menit dan detik. Karena sifatnya yang selalu fluktuatif tersebut, membuat para pembeli minyak kesulitan menghitung berapa banyak uang yang diperlukan untuk membeli minyak dan menyusun proyeksi bisnisnya.

Untuk itu, ide kontrak future muncul. Para pembeli minyak seperti perusahaan kilang minyak membuat kesepakatan dalam bentuk kontrak dengan para penjual atau pengebor untuk melakukan jual beli minyak pada harga tertentu pada waktu tertentu masa depan. Minyak ditransaksikan berdasarkan harga kesepakatan sehingga fluktuasi harga minyak tidak memperngaruhi perikatan keduanya.

Seiring berjalannya waktu, kontrak future tersebut dapat diperjualbelikan di pasar. Perusahaan pemegang kontrak future yang sudah mendapat cukup minyak akhirnya menjualnya kontraknya di pasar.  Namun, para pembeli kontrak future tidak hanya perusahan yang secara riil memang membutuhkan minyak, tapi juga para spekulan minyak. Di sisi lain, para penjual minyak yang memegang kontrak tentu tidak akan mempermasalahkan siapa pemegang kontrak tersebut. Konsennya adalah minyaknya terjual pada harga tertentu dan akan dikirimkan kepada pembeli. Karena sifat kontrak yang mengikat, pihak yang ingkar tentu dapat dituntut secara hukum.

Pasar atau bursa berjangka paling terkenal adalah New York Merchantile Exchange (NYMEX) yang juga bagian dari CME Group. Di Indonesia, bursa berjangka semacam ini dapat ditemukan di Bursa Berjangka Jakarta dan ICDX.
Tampilan Bursa CME


Hukum Permintaan dan Penawaran

Masalah muncul ketika seluruh dunia sedang berjuang melawan pandemi Corona. Banyak negara menerapkan pembatasan sosial, aktivitas dibatasi, transportasi terhenti, industri banyak libur hingga akhirnya membuat permintaan minyak merosot tajam. Akhirnya harga minyak terus turun. Keadaan semakin parah ketika Arab Saudi selaku pemimpin OPEC melakukan perang dagang minyak dengan Rusia yang tidak mau ikut memangkas produksi minyak. Alih-alih memangkas produksi minyak untuk menaikkan harga, Arab Saudi malah menambah kapasitas produksinya sampai 10 juta barel per hari hingga membuat minyak membanjiri pasaran. Sebagai perbandingan, produksi minyak Indonesia pada Desember 2019 menurut Trading Economics berkisar 725 ribu barel. Upaya Saudi ini ibarat melukai diri sendiri untuk melukai orang lain lebih parah hingga orang lain tersebut menyerah dan mengikuti keinginannya memangkas produksi minyak.


Pada awal tahun 2020, harga minyak mentah berada di kisaran $64 per barel, kemudian anjlok menjadi sekitar $30 per barel pada bulan Maret ketika Saudi memulai perang minyak dan kemudian terus merosot sampai posisi sekarang .

Memangkas produksi minyak untuk mengurangi minyak di pasaran bukanlah seperti menutup keran air yang sewaktu-waktu bisa dibuka dan berproduksi lagi jika dibutuhkan. Memangkas produksi adalah dengan menutup sumur-sumur minyak yang membawa konsekuensi kalo sumur tersebut menjadi tidak dapat dibuka lagi atau membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk membukanya lagi hingga membuat cara terbaik adalah dengan mengebor baru untuk membuat minyak berproduksi lagi.  Di sisi lain, minyak yang sudah diproduksi juga perlu tempat penyimpanan hingga pembeli datang dan mengolahnya. Di posisi sekarang, ketika permintaan minyak sedang lesu, kapal-kapal tanker full minyak bahkan sampai terparkir menunggu pembeli. Sampai di sini membuat opsi untuk membakar minyak yang sudah diproduksi menjadi opsi yang masuk akal.

Kembali ke kontrak future minyak.

Yang terjadi pada 21 April lalu adalah para pemegang kontrak minyak berusaha menjual kontraknya karena tidak ingin mengeksekusi kontraknya. Tanggal 21 adalah batas akhir (expire date) untuk kontrak minyak yang akan dikirim bulan berikutnya. Artinya siapapun pemegang kontrak pada penutupan perdagangan tanggal 21 tersebut, harus membeli minyak sesuai dengan kontrak yang ia miliki pada bulan berikutnya. Para pemegang kontrak future minyak yang tidak semuanya perusahaan yang benar-benar membutuhkan minyak tapi juga para spekulan yang mencari keuntungan dari fluktuasi harga. Mereka berusaha menjual kontrak-kontrak yang dia miliki. Harga kontrak kemudian terus jatuh hingga akhirnya minus. Artinya penjual bahkan sampai memberi uang kepada pembeli untuk membeli barangnya.

Apakah para penjual tersebut tidak rugi? Ya tentu mereka rugi. Mereka terus menjualnya meskipun berharga negatif dan telah rugi demi menghindari kerugian lebih besar lagi.

Bayangkan jika Anda adalah spekulan pemegang kontrak minyak yang nggak bener-bener butuh minyak. Tiba-tiba Anda harus mengeksekusi kontrak minyak mentah yang dipegang kalau tidak ingin dapat tuntutan hukum yang tentu akan membuat Anda semakin jatuh terlalu dalam. Setiap 1 Lot berisi 1000 barel minyak mentah dan Anda memiliki 10 Lot kontrak future. Artinya Anda harus membayar 10.000 barel minyak mentah dikali harga pada kontrak (misalnya $30 per barel). Dengan demikian, mau nggak mau, Anda harus menguras kantong sebanyak $300.000. Masalah lain muncul ketika minyak mentah yang Anda pesan sudah tiba di depan rumah Anda. Mau ditaruh mana minyak-minyak itu?

Sebagai gambaran, 1 lot berisi 1000 barel minyak sebenarnya muat dalam 1 kolam renang berukuran  12 x 6 meter dengan kedalaman 2 meter. Kalau punya 10 lot, tinggal cari 9 kolam berukuran serupa lagi. Tapi orang gila mana yang akan menyimpan minyaknya di kolam renang belakang rumahnya?..

Kisah itu akhirnya membuat harga minus menjadi masuk akal. Daripada harus keluar makin banyak duit, menjual kontrak minyak dengan harga minus adalah pilihan paling masuk akal.

Bagi produsen, minyak yang telah ia produksi juga membutuhkan biaya penyimpanan yang tidak sedikit. Ketika tempat penyimpanan sudah penuh dan sumur minyak harus tetap dirawat dengan berproduksi, membayar pembeli untuk mengangkut minyaknya akhirnya jadi opsi rasional.

Kita tunggu tanggal 21 Mei nanti, apakah harga minyak dan kontrak futurenya akan kembali drop karena resesi ekonomi atau akan terus menguat karena sebagian negara mulai beraktivitas normal.

Saat ini, saat tulisan ini dibuat (1 Mei 2020) harga minyak jenis WTI dijual di harga $19.07 per barel dan kontrak future tidak jauh dari itu.  (kdp).

Ref:
https://www.marketwatch.com/investing/future/crude%20oil%20-%20electronic







https://investor.id/market-and-corporate/icdx-peroleh-izin-perdagangkan-kontrak-berjangka-minyak-mentah





















Posting Komentar untuk "Kenapa Harga Minyak Bisa Terjun Sampai Negatif?"