Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bitcoin Bubble atau bukan?



Bitcoin Bubble atau bukan?
Kristian Danang P 12 November 2017
El Fenomeno, Bitcoin
“Jika saja uang Rp10 juta saya belikan bitcoin pada Januari 2015 lalu, uang saya sekarang akan menjadi Rp700an juta”, ujar teman saya sambil berangan bisa kembali ke masa lalu untuk beli bitcoin.
Bayangkan saja harga bitcoin per 15 Januari 2015 hanya sebesar $160, sekarang, ketika saya menulis ini, harganya meroket menjadi $10,800 per btc. Sungguh gila! Investasi berkembang 7000% dalam waktu kurang dari tiga tahun adalah suatu fenomena yang luar biasa, bahkan para penipu investasi bodong pun mungkin tak pernah terpikir menawarkan return yang luar biasa seperti ini. Harga bitcoin terus menanjak sampai hari ini, bahkan ketika saya selesai menulis satu artikel ini, harga bitcon sudah naik $450 dibanding ketika saya mulai menulis kata pertama tulisan ini.  Luar biasa.
Fenomena bitcoin memang luar biasa. Dengan jumlah yang terbatas dan kampanye gencar sebagai mata uang baru yang bebas dari intervensi otoritas, banyak orang mulai melihat bitcoin sebagai mata uang yang lebih bisa dipercaya dibanding mata uang fiat. Jumlah bitcoin yang dibatasi hanya 21 juta bitcoin di seluruh dunia, dimana bitcoin terakhir baru bisa ditambang pada tahun 2140, menjadikan bitcoin dianggap sumber daya terbatas layaknya emas, minyak, dll. Penawaran yang terbatas dibandingkan permintaan bitcoin yang terus meningkat tajam, tentu akan membuat harga bitcoin melambung tinggi. Terlebih dengan banyaknya pakar yang mengamini mahalnya bitcoin di masa datang.

Di tahun 2016, ketika harga bitcoin stagnan sekitar $700 per btc, Kay Van-Peterson(https://www.rt.com/business/390275-bitcoin-hundred-thousand-decade-expert/ ), seorang analis dari Saxo Bank memprediksi bitcoin akan mudah mencapai harga $2,000 tahun 2017. Kegemparan terjadi di bulan Mei 2017, ketika bitcoin benar-benar mencapai harga $2,000. Ia pun kembali membuat pernyataan kontroversial bitcoin akan mencapai $100,000 dalam satu dekade ke depan.  Hal serupa diungkapkan Jamie Dimon, CEO JP Morgan, seperti dilansir Fortune (http://fortune.com/2017/09/12/jamie-dimon-bitcoin-cryptocurrency-fraud-buy/)  bitcoin bisa saja menembus $100,000 jika melihat euforia yang terjadi, meskipun ia sendiri menyebut bitcoin sebagai fraud and stupid.
Mike Novogratz (https://www.cnbc.com/2017/11/27/bitcoin-could-easily-reach-40000-by-the-end-of-2018-novogratz.html) , mantan manajer Fortress Hedge Fund menyatakan kapitalisasi pasar cryptocurrency akan menonjak enam kali lipat di akhir tahun 2018 menjadi 2 Triliun dollar. Ia juga memprediksi harga bitcoin akan menembus $40,000 di akhir tahun depan.
Banyaknya prediksi mahalnya bitcoin di masa depan membuat cryptocurrency ini terus memecahkan rekor tertingginya. Art Cashin (https://www.cnbc.com/2017/11/27/bitcoin-is-parabolic-and-that-usually-doesnt-end-well-art-cashin.html?recirc=taboolainternal ), seorang trader legendaris, menyatakan saat ini kita sedang berada di masa fear-of-missing-out phase. Orang-orang yang merasa ketinggalan tidak membeli bitcoin dari dulu mulai takut akan ketinggalan lagi, sehingga mereka mulai membeli dan yakin bitcoin akan mencapai $100,000. Mulai ada aliran dana raksasa yang masuk ke cryptocurrency.
Tanda Tanya Besar
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah bagaimana masa depan bitcoin? Apakah bitcoin akan sukses mencapai cita-citanya menjadi alat transaksi terpercaya dan sumber daya yang powerful, ataukah fenomena bitcoin ini hanyalah euforia sementara yang segera Bang!! Meledak dan ditinggalkan tak berharga?
Untuk menjawabnya, saya akan paparkan bitcoin dari sisi pro dan kontra. Sisi pro adalah sisi yang percaya bitcoin dan cryptocurrency adalah jawaban segala permasalahan dan fraud pengelolaan uang konvensional selama ini. Sedangkan sisi kontra adalah sisi yang beranggapan bitcoin cuma euforia sementara yang siap meledak tak berbekas seperti gelembung (bubble).
Pro: Bitcoin is Future
“BitCoin is a technological tour de force” ujar Bill Gates dalam sebuah diskusi di Foxnews. Bitcoin adalah pencapaian teknologi yang luar biasa. Selama masih ada satu pengguna saja, jaringan bitcoin tidak akan down karena sifat server-nya yang terdesentralisasi. Hal senada diungkapkan Oscar Dermawan, CEO Bitcoin Indonesia sebagaimana dilansir CNN Indonesia ( https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170914121558-185-241681/menakar-masa-depan-bitcoin-dan-mata-uang-digital-di-indonesia/ ) bahwa bitcoin sebagai mata uang digital mampu berjalan tanpa bergantung pada server terpusat dan seluruh transaksinya terverifikasi secara otomatis tanpa campur tangan manusia.
Bitcoin adalah uang masa depan... yang kemudian menobatkan diri sebagai mata uang universal“, IAI dalam artikel berjudul “Keajaiban (Masa Depan) Bitcoin” yang dimuat di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Feb-Mar 2016 lalu (http://iaiglobal.or.id/v03/berita-kegiatan/detailberita-908=laporan-utama-%E2%80%9Ckeajaiban-masa-depan--bitcoin%E2%80%9D) . Menurut IAI, bitcoin telah memenuhi syarat-syarat sebagai uang karena sifatnya yang tahan lama, langka, bisa dibagi, dan bisa dikenal, serta memenuhi sebuah konsesus umum yaitu sebuah kepercayaan dan penerimaan masyarakat. Perdebatan apakah bitcoin dapat dianggap uang sudah selesai di sini, terlepas dari apa pun penggunaannya.
 Meskipun fase kemunculan bitcoin mempunyai image buruk karena sifatnya yang anomim dan digunakan sebagai uang tebusan virus WannaCry, kabar baik tentang bitcoin terus saja bermunculan.   Sempat hancur ketika pemerintah China melarang bitcoin dan lebur menjadi US$3.50 ketika agen bitcoin MT.Gox dan MyBitcoin diretas hacker, bitcoin nyatanya mampu terbang menembus US$1,242 tak lama setelah senat dan pemerintah Amerika Serikat menegaskan bahwa inovasi bitcoin tidak boleh memperoleh hambatan dalam perkembangannya.
Bitcoin kembali mendapatkan angin segar dan menembus rekor sepanjang masa $6,600 (https://www.cnbc.com/2017/11/01/bitcoin-price-hits-6500-to-new-record-high-after-cme-futures-plan.html ) ketika Terry Duffy, Chairman CME Grup (https://www.cnbc.com/2017/10/31/cme-plans-to-launch-bitcoin-futures-by-year-end.html ), menyatakan CME akan meluncurkan layanan kontrak future bitcoin di akhir tahun 2017. CME (Chichago Mercantile Exchange) adalah bursa derivatif pertama dan terbesar di dunia. Langkah yang sama nampaknya juga akan dilakukan Chicago Board Options Exchange dan Nasdaq yang merancanakan kontrak future bitcoin tahun depan.
Berbicara tentang uang masa depan, tentu tidak bisa dipisahkan dengan keadaan uang konvensional yang ada di dompet dan rekening bank kita saat ini. Mata uang konvensional seperti rupiah, yen, euro, bahkan dollar dianggap mempunyai banyak kekurangan dan manipulasi. Untuk itu, bitcoin (cryptocurrency) hadir untuk menjawab kelemahan mata uang fiat tersebut.   Berikut adalah beberapa kekurangan mata uang dan sistem perbankan sekarang yang tidak dimiliki oleh bitcoin sebagai mata uang masa depan. (http://bisnis.liputan6.com/read/782508/kelebihan-dan-kelemahan-mata-uang-baru-bitcoin )
Keamanan
Berapa kali Anda pernah kehilangan uang? Kartu kredit dibobol?. Apakah Anda tidak takut akan uang palsu?
Itulah pertanyaan yang biasa muncul terkait uang konvensional. Namun sayangnya, hal itu tak ditemui di zaman cryptocurrency semacam bitcoin. Uang hilang/dicuri, uang palsu, ATM dibobol, atau kartu kredit diretas adalah hanya masalahnya uang konvensional, bahkan ketika mereka sudah berbentuk cashless. Bitcoin bersifat digital, yang dapat di-back up dan disimpan di server lain, komputer lain, dapat dilindungi dengan password, multi-sig, paper wallets, offline vaults, cold storage, brain wallets dll.
Cryptocurrency dinilai lebih unggul dari segi keamanan dengan teknologi revolusioner blockchain menjadi dalangnya. Sistem cryptocurrency adalah sistem yang tersebar. Kode blockhain tidak terletak di sebuah server pusat yang dioperasikan perusahaan, tetapi tersebar di ribuan bahkan jutaan komputer di jaringan blockchain tersebut. Nampaknya mustahil bagi hacker untuk meretas ribuan komputer untuk memanipulasi bitcoin. Sekali lagi, keamanan menjadi utama.
 Pengalaman Pahit Krisis Moneter
Banyak bank telah bangkrut, banyak uang nasabah telah hilang, dan banyak kerugian yang harus diderita oleh nasabah karena sistem uang fiat dan perbankan. Tujuan orang menyimpan uangnya di bank adalah alasan keamanan. Tapi apa jadinya jika bank collaps? Bagaimana nasib tabungan nasabah? Apakah hanya di-cover Rp2 miliar saja?
Musim panas tahun 2015, Yunani sedang menderita krisis finansial, pemerintah pusing, perbankan goyah. Masyarakat yang takut kemudian datang ke bank untuk mengambil uang simpanannya sendiri. Apa jadinya jika banknya malah tutup dan transaksi penarikan harian dibatasi maksimal hanya $60 per hari?
 Lucu sekali! Uang sendiri di simpan di bank, tapi mau ambil kok dibatasi?
Kejadian di Yunani hanyalah satu dari sekian banyak contoh krisis dan fraud yang ada. Itulah yang kemudian disebut sebagai a run on the banks, gampangnya bank tidak punya cukup uang yang nasabah sebenarnya dapat ambil. Menurut para pendukung bitcoin (https://bitconnect.co/bitcoin-news/307/7-reasons-why-bitcoins-are-better-than-fiat-currencies ), kejadian itu terjadi karena Fractional- Reserve Banking (prinsip cadangan sebagian).  Bank dapat, dan legal, hanya menyisihkan sebagian dari dana yang mereka kelola, sisanya dapat dipinjamkan. Gampangnya gini. Misalkan ada nasabah A menabung di bank X sebesar $1000, kemudian ada seorang B ingin meminjam uang di bank untuk modal usahanya. Dalam fractional-reserve banking, bank hanya perlu menyimpan 10% ($100) uang A untuk berjaga-jaga jika A ingin mengambil uangnya, sedangkan sisanya $900 dapat dipinjamkan ke B dan pinjaman ini dikenakan bunga.
Tentu kenyataanya tidak sesimpel itu. Bagaimana jika ternyata si B meminjam $900 dari bank X untuk membayar si C, dimana si C ternyata menyimpan uang pembayaran tersebut di bank Y. Tentu saja bank Y sekarang mempunyai $810 dari simpanan tersebut yang bisa dipinjam oleh nasabah lain. Di sini terlihat bahwa dari uang riil si A sebanyak $1000, oleh bank-bank bisa dipinjamkan menjadi $1,710 (900+810), dan pada kenyatannya jumlah uang yang dipinjamkan bisa jauh lebih besar lagi. Saat ini, fractional-reserve banking inilah yang menurut saya  paling banyak dikritisi pendukung berat cryptocurrency.
Dalam era cryptocurrency, kekuatan ekonomi berbasis peer-to-peer tanpa ada ketergantingan pada pihak ketiga semacam bank bahkan pemerintah. Transaksi sangat transparan, lebih murah, dan yang pasti aman. Sistem blockchain dengan server yang terdesentralisasi membuat bank bahkan pemerintah tak bisa memainkan perannya, semuanya by system.
Inflasi



“Saya merasa bahwa blockchain ini –bitcoin, etherum, revolusi ICO- akan menjadi bubble terbesar dalam hidup kita”

Judul artikel ini benar-benar kalimat tanya.

The bubble chart of Hofstra University's Jean-Paul Rodrigue, illustrates the behaviour and emotions of market participants during boom and bust cycles (http://marketpredict.com/articles/mp-bubblecycle.htm )
Kontra Bubble
-          Rencana China & Russia membuat
-          Rencana Futures bitcoin
-          Pendapat Tokoh $100.000

Pro Bubble

1.       Pull and dump
2.       Warrent Buffet

Seperti tidak ada level psikologis.
3.      Siaran Pers Bank Indonesia saat harga bitcoin hanya $700 per BTC.

10 Feb 2014 satu hari harga terjun menyentuh $295 tapi kemudian harga ditutup diharga $729 per BTC. Sejak saat itu Januari 2015 harga bitcoin hanya 150 per btc
Siaran Pers 6 Februari 2014
Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Masyarakat dihimbau untuk berhati-hati terhadap Bitcoin dan virtual currency lainnya. Segala risiko terkait kepemilikan/penggunaan Bitcoin ditanggung sendiri oleh pemilik/pengguna Bitcoin dan virtual currency lainnya.


Apa yang menyebabkan Bitcoin terus naik?

Poltak Hotradero, Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia mengatakan, penggunaan dan status Bitcoin memang hanya sebagai mata uang alternatif saja yang dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat. Dari segi fungsi, bitcoin dinilai hanya dapat memenuhi sebagian kecil fungsi mata uang yaitu sebagai alat pembayaran.
Laiknya uang, maka Bitcoin pun dapat digunakan se­bagai alat tukar, alat satuan hitung, alat bayar, alat pembentukan dan pemindahan modal serta alat penimbun keka­yaan.






Deflasi
Grafik Bitcoin bubble bukan
Bitcoin sebagian besar untuk investasi

 



Posting Komentar untuk "Bitcoin Bubble atau bukan?"