Kenapa Banyak Kantor Gagal WBK WBBM
Periode Juli sampai Desember tahun 2022 lalu, saya intensif bergabung dengan Tim Penilai Nasional (TPN) Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Tahun 2022 adalah pertama kalinya Itjen Kemenkeu menjadi TPN untuk semua unit yang mengajukan ZI WBK WBBM di Kemenkeu setelah sebelumnya selalu dipegang oleh Kemenpan RB.
Saya bergabung dengan sebuah tim berjumlah 5 orang untuk
menilai 30 kantor yang mengajukan predikat ZI yang sebelumnya telah lolos dari
penilaian pertama oleh tim Kanwil dan penilaian kedua oleh Tim UKI Pusat. Totalnya
ada 224 kantor yang dinilai oleh TPN di unit kami. Namun sayangnya, ketika kami
nilai hanya sekitar 50% saja (15 kantor) yang layak untuk diusulkan mendapatkan
predikat ZI WBK/WBBM kepada Menteri Keuangan. Banyak sekali catatan dan
kesalahan kecil tapi mendasar yang menggagalkan kantor-kantor tersebut.
Pengusulan ZI WBK WBBM adalah kegiatan yang sangat
melelahkan, baik bagi kantor pengusul maupun bagi kami, tim penilai. Kantor
harus membangun zona integritas minimal 2 tahun sebelumnya dengan banyak
kegiatan yang harus dilaksanakan, disosialisasikan, dan didokumentasikan. Ada 113
kriteria penilaian yang harus dipenuhi oleh kantor. Tiap kriteria juga
membutuhkan effort yang cukup besar dan harus dilaksanakan konsisten mengingat
ada yang harus dilaksanakan bulanan ada yang tiga bulanan. Jumlah dokumen yang
harus dilengkapi juga sangat banyak. Perkiraan saya sekitar 2000an halaman
untuk satu periode penilaian untuk 1 kantor. Untungnya, mekanisme di Kemenkeu
semua berbasis digital hingga kita banyak mengurangi penggunaan kertas. Tapi
balik lagi ke awal topik, yaitu akan sangat menyakitkan bagi kantor jika
setelah segala upaya keras dan Panjang yang telah dilakukan tersebut masih
berujung kegagalan.
Saya sendiri melihat harus menggugurkan kantor yang sudah
mengajukan predikat ini 3 kali sebelumnya. Tapi saya juga melihat banyak kantor
yang baru pertama kali langsung berhasil.
Secara statistik, aspek paling krusial memang ketika
penilaian oleh Tim Penilai Nasional (TPN), dimana saat ini diemban oleh Itjen
Kemenkeu.
Jadi sebenarnya, ada apa di tim TPN? Padahal tim TPN, tim Kanwil,
dan tim UKI Pusat menggunakan system aplikasi yang sama, data-dokumen yang
sama, bahkan kriteria yang sama persis yang digunakan tim penilai Kanwil dan
tim UKI Pusat.
Kalau kita lihat statistik, banyak kantor yang gagal ketika
tahap Field Evaluation yaitu tahap membuktikan
kebenaran dan memberi keyakinan penilai TPN atas semua usaha pembangunan ZI WBK/WBBM.
Tim TPN juga melihat semua penilaian yang
telah diberikan tim Kanwil dan tim UKI Pusat sebagai pertimbangan dalam
menilai. Selain karena faktor survey eksternal, menurut pengalaman saya, banyak
kantor yang gagal karena “ulah” kantor itu tersendiri, seperti memalsukan
dokumen, foto-foto, atau tidak melaksanakan pelayanan dan menunjukkan
integritas ketika tim TPN yang sedang menyamar sebagai pengguna layanan datang
ke kantor pengusul.
Jadi apa saja yang harus diperhatikan oleh kantor-kantor
yang sedang membangun ZI WBK/WBBM?
1.
Integritas adalah Aspek Pertama dan Utama
Integritas adalah nomor satu. Untuk itulah
disebut Zona Integritas. Jadi ketika, TPN menemukan satu saja dokumen yang terbukti
“dipalsukan” atau bahasa halusnya “ditemukan dokumen yang tidak valid”, maka
kantor tersebut otomatis langsung digugurkan oleh TPN. Tidak peduli 2000an
halaman lainnya benar-benar valid dan betul, tapi satu saja aspek integritas
gagal diyakini, maka langsung bubar jalan.
Saya merasa banyak sekali kantor ingin
mendapatkan nilai sempurna atau mendekati 100, jauh diatas passing grade WBK
dan WBBM. Beberapa kantor berani untuk memalsukan tanda tangan dan dokumen,
entah dengan atau tanpa persetujuan kepala kantor, untuk mengejar kesempurnaan
itu.
Memang, karena saking banyaknya yang harus
dilakukan periodik misalnya tiap bulan, ada kegiatan-kegiatan kosong yang
mungkin kelupaan atau karena kesibukan tidak bisa dilaksanakan oleh kantor
tersebut pada bulan tertentu. Namun, bukanlah menjadi alasan suatu kantor untuk
“tega” memalsukan dokumen. Kita harus ingat bahwa mulai 2023, semua dokumen WBK WBBM wajib memiliki digital signature, untuk itu akan sangat mudah bagi penilai nasional untuk mengecek validitas dokumen yang diajukan kantor.
2.
Jika merasa kurang, optimalkan saat Presentasi
Pimpinan.
Semua dokumen pengajuan ZI WBK/WBBM di
Kemenkeu wajib didokumentasikan melalui apalikasi DIA (Digital Integrity).
Namun, karena waktunya penilaian yang Panjang mulai dari tim pertama sampai tim
TPN, banyak kantor yang terlihat belum optimal dalam menunjukkan segala usaha
dan inovasi yang telah dilakukan.
Menurut pengamatan saya, kepala kantor dapat
meningkatkan nilai melalui presentasi. Kepala kantor dapat saja memasukkan
segala inovasi dan pelayanan yang sebelumnya belum sempat terdokumentasikan di aplikasi
DIA. Saya dan tim juga beberapa kali merevisi penilaian kami menjadi lebih baik
buat suatu kantor karena kepala kantor telah berhasil meyakinkan kami bahwa
segala upaya terbaik telah dilakukan, tidak hanya terbatas pada segala dokumen
pada aplikasi DIA. Kalau hanya dokumen dan inovasi pada DIA, tim TPN juga sudah
baca dan memberikan penilaian. Tim TPN akan melakukan sensus, bukan sample,
atas semua integritas dokumen yang di-submit oleh kantor.
Objek penilaian TPN adalah semua stakeholders kantor tersebut. Dalam hal ini termasuk satpam, penjaga parkir, OB dsb. Jadi akan sangat lazim ketika tiba-tiba, tim penilai meminta wawancara satpam atau OB tentang kampanye ZI WBK WBBM.
Memang tidak ada kepastian kantor dapat
sampai tahap penilaian tim TPN ketika belum optimal ketika pengisian aplikasi
DIA, namun cara ini menurut saya cukup efektif bagi kantor untuk meyakinkan tim
TPN bahwa kantor bersangkutan layak.
3.
Selalu Bekerja dan Melakukan Pelayanan Prima dan
Penuh Integritas
Kantor pengusul tidak bisa mencegah para
pengguna layanan memberikan penilaian yang buruk ketika TPN melakukan survei
eksternal. Jadi sebaik-baiknya adalah kantor selalu prima dalam melayani dan
menjunjung integritas dalam bekerja. Semua elemen kantor, termasuk kang parkir,
security dan OB juga harus menjunjung integritas. Ada beberapa kantor yang
terpaksa gagal karena diketahui praktik “jasa” dilakukan oleh OB dan Security
kantor tersebut. Sangat menyakitkan.
Tim TPN juga menurunkan tim yang bertugas “menyamar”
untuk mendapatkan pelayanan dari kantor. Jadi, alih-alih mencoba menerkan wajah-wajah
baru yang datang ke kantor, akan lebih baik jika kantor selalu perform kepada
siapa saja dan saat apapun.
Saya raya, tiga aspek itu saja kalau berhasil dijalankan
dengan baik, jumlah kantor yang gagal dalam pengajuan ZI WBK/WBBM akan
berkurang signifikan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati telah memerintahkan
semua pimpinan bahwa semua unit Kemenkeu harus mendapat predikat ZI WBK/WBBM.
Lebih tepatnya bukan predikatnya, tetapi segala upaya pengendalian dan pencegahan
oleh semua pihak dan terus menerus yang harus dilakukan.
Memang, WBK WBBM tidak berarti tidak bisa terjadi korupsi
lagi pada unit tersebut. Tapi WBK WBBM telah menunjukkan adanya usaha pencegahan
yang optimal dan terus menerus dari semua elemen kantor untuk meminimalisasi
ruang gerak terjadinya penyimpangan dan korupsi.
Posting Komentar untuk "Kenapa Banyak Kantor Gagal WBK WBBM"